- iklan Paket Wisata di Lombok -
HarianNusa, Mataram – Dalam upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai produk hukum daerah serta membuka ruang partisipasi dalam proses pembentukan Peraturan Daerah, DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat menggelar Sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) di berbagai Daerah Pemilihan (DAPIL) pada 25–27 Maret 2025.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., menjadi narasumber dalam sosialisasi Raperda tersebut yang berlangsung di Yayasan Dharma Laksana Mataram, Rabu (26/3/2025).
Kegiatan ini turut dihadiri oleh jajaran pejabat bidang penempatan dan perluasan kerja serta mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram. Melalui sosialisasi ini, masyarakat diharapkan dapat memberikan masukan dan saran, baik secara lisan maupun tertulis, guna memastikan regulasi yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan perlindungan bagi pekerja migran asal NTB.
Anggota Komisi V DPRD NTB, Ir. Made Slamet, M.M., dalam arahannya menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembahasan Raperda tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia asal NTB. Menurutnya, keterlibatan berbagai pihak, terutama mahasiswa, sangat dibutuhkan agar isi regulasi semakin kaya dan komprehensif.
“Jangan sampai Perda yang disusun mengalami polemik seperti beberapa regulasi sebelumnya yang minim sosialisasi. Perlindungan bagi pekerja migran harus dimulai sejak proses awal, pelatihan, hingga saat mereka bekerja di luar negeri,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar calon pekerja migran memahami prosedur kerja yang aman dan legal agar terhindar dari eksploitasi. Pemerintah berharap dengan adanya Perda ini, pekerja migran asal NTB dapat bekerja dengan lebih aman serta mendapatkan perlindungan maksimal.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., menjelaskan bahwa istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kini telah berubah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Meski Raperda terkait PMI ini sudah selesai tahun lalu, hingga kini belum ditetapkan sebagai Perda karena masih menunggu perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 yang sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Salah satu penyebab perubahan undang-undang tersebut adalah adanya perubahan nomenklatur kelembagaan. Sebelumnya, perlindungan PMI ditangani oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), yang berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri di Kementerian Ketenagakerjaan RI. Saat ini, kementerian terkait telah terbagi menjadi dua, yakni Kementerian Perlindungan PMI dan Kementerian Ketenagakerjaan.
Sementara itu, Perda Ketenagakerjaan sendiri telah ditetapkan melalui Perda Nomor 2 Tahun 2025. Dalam proses perubahan Undang-Undang 18 Tahun 2017, berbagai pihak telah memberikan masukan, termasuk dari NTB. Sekitar dua bulan lalu, Baleg DPR RI melakukan penjaringan aspirasi ke daerah, dan enam bulan sebelumnya, Lemhannas RI juga meminta masukan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB.
Saat ini, NTB memiliki jumlah angkatan kerja sekitar 3,11 juta jiwa. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTB turun menjadi 2,73% pada 2024, dibandingkan dengan 2,80% pada 2023. Namun, lulusan SMK masih menjadi penyumbang angka pengangguran tertinggi dengan TPT sebesar 4,73%.
“NTB juga merupakan provinsi pengirim tenaga kerja ke luar negeri terbesar keempat di Indonesia. Pada 2024 saja, sebanyak 38 ribu orang telah mendaftar untuk bekerja ke luar negeri,” ungkap Aryadi.
Namun, angka ini belum termasuk pekerja migran yang berangkat secara non-prosedural atau ilegal. Hal ini menjadi persoalan serius karena mereka yang berangkat secara ilegal sering kali menghadapi berbagai permasalahan di luar negeri.
“Keterbatasan kesempatan kerja di dalam negeri membuat banyak orang memilih bekerja di luar negeri. Pemerintah tidak bisa melarang, tetapi tugas pemerintah adalah memfasilitasi, mengatur, serta memastikan kebijakan dan perlindungan bagi pekerja migran,” tambahnya.
Aryadi juga menyoroti maraknya kasus penipuan dan perdagangan manusia yang menimpa pekerja migran. Salah satu modus yang saat ini marak adalah “scamming” di Myanmar, di mana korban dijanjikan pekerjaan dengan gaji besar dan kerja ringan, tetapi justru disekap dan dipaksa melakukan penipuan daring.
“Baru-baru ini, dari total 548 korban TPPO di Myanmar, 9 warga NTB diantaranya berhasil dipulangkan dari Myanmar. Mereka semua rata-rata pendidikannya memadai ( sarjana/mahasiswa). Modus yang digunakan adalah menyebarkan testimoni palsu di media sosial, seolah-olah bekerja di luar negeri itu mudah dan menguntungkan. Ternyata, banyak yang terjebak dan akhirnya disekap,” jelasnya.
Aryadi menjelaskan bahwa Perda PMI sebelumnya masih memiliki banyak kelemahan, seperti minimnya sanksi bagi pelaku penempatan ilegal, kurangnya perlindungan bagi pekerja migran non-prosedural, lemahnya regulasi rekrutmen, serta terbatasnya informasi dan akses pelatihan bagi calon pekerja migran.
Dalam Raperda yang baru, peran pemerintah daerah akan diperkuat mulai dari hulu yaitu (sebelum keberangkatan) dan hilir (pasca-kepulangan pekerja migran).
“Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam menyediakan layanan informasi, pelatihan, serta memastikan perlindungan melalui mekanisme asuransi dan izin dari keluarga,” tegasnya.
Selain itu, pengawasan terhadap perekrutan tenaga kerja harus lebih ketat. Saat ini, Disnakertrans NTB telah menangani 112 tersangka dalam kasus pekerja migran ilegal. Setiap dua minggu sekali, pihaknya melakukan sosialisasi serta menghadiri persidangan untuk memperketat pengawasan.
Ia berharap Raperda PMI yang baru dapat mengatur perlindungan tenaga kerja secara lebih komprehensif. Jika tidak, kasus-kasus seperti di Myanmar, penipuan dan penempatan non prosedural tenaga kerja, dan eksploitasi pekerja migran akan terus terjadi.
Harapannya, masyarakat lebih peduli dan proaktif dalam mendukung kebijakan ini, karena perlindungan pekerja migran bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama. (F3)
Ket. Foto:
Anggota DPRD NTB Made Slamet memberikan pengarahan dalam kegiatan sosialisasi Raperda Perlindungan PMI. (Ist)