- iklan Paket Wisata di Lombok -
HarianNusa, Mataram – Puluhan guru honorer di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengadu ke DPRD NTB, menuntut kejelasan status mereka sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Salah satu guru bahkan tak kuasa menahan tangis saat menyampaikan keluhannya dalam rapat bersama Komisi V DPRD NTB.
"Kami mau diperjuangkan. Kami harapkan ada kepastiannya. Karena selama ini kami demo, berjuang, tapi tidak kunjung diangkat menjadi PPPK," ungkap Rina Sudiawati, guru honorer di SMKN 1 Lembar, Lombok Barat, sambil terisak dalam rapat yang digelar Jumat, (21/2/25) sore itu.
Rina bersama 25 guru honorer lainnya merasa perjuangan mereka selama puluhan tahun belum dihargai, meskipun telah mengabdi lebih dari dua dekade. Mereka berharap DPRD NTB bisa menjadi jembatan dalam menyelesaikan ketidakpastian ini.
Anggota Komisi V DPRD NTB, Muhammad Jamhur, menyesalkan ketidakhadiran Kepala Dikbud NTB, Aidy Furqan, dan Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Yusron Hadi, dalam pertemuan penting tersebut.
"Saya gak bisa ngomong banyak karena dua kepala dinas ini tidak hadir. Kami minta perwakilan dari Dikbud dan BKD NTB untuk jujur dan transparan. Jangan abu-abu dalam menjawab persoalan guru-guru kita ini," tegas Jamhur.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi V lainnya, Didi Sumardi, yang menegaskan bahwa para guru honorer, terutama yang berstatus Kategori 2 (K2), harus mendapatkan perlakuan yang adil.
"Saya terharu melihat perjuangan bapak-ibu. Guru honorer K2 ini harus diperlakukan sama adilnya seperti K1. Pemerintah harus membuat kebijakan progresif untuk menyelamatkan nasib mereka," ujar Didi.
Didi bahkan mengecam opsi PPPK paruh waktu yang dianggapnya tidak adil dan menyamakan ketidakadilan ini dengan masa penjajahan. Ia mengajak seluruh pihak mencari solusi konkret, bahkan jika perlu membawa persoalan ini ke pemerintah pusat.
Sub Bidang Data dan Informasi BKD NTB, Savitri, mengungkapkan, bahwa pengangkatan PPPK harus mengikuti sistem yang berlaku. Ia menyebutkan bahwa dari total 15.983 pegawai di lingkungan pendidikan, sebanyak 6.843 telah diangkat menjadi PPPK. Namun, masih tersisa 512 tenaga honorer K2.
"Kalau honorer K2 ini tidak lolos tes, kami tidak bisa angkat. Regulasi mewajibkan tes seleksi. Tapi memang kita harus cari solusi karena rata-rata mereka sudah berusia tua dan kesulitan menghadapi tes standar," ujar Savitri.
Sebagai langkah strategis, Savitri menyebutkan, BKD NTB berencana mengajukan para honorer K2 ke daftar prioritas pertama dalam rekrutmen PPPK tahun 2025.
"Kami akan tentukan formasi dan tempat mereka untuk memastikan peluang kelulusan. Tapi tetap harus dikawal agar semua berjalan sesuai harapan," katanya.
Awaludin, guru honorer dari SMKN 1 Lembar yang sudah mengabdi selama 20 tahun, menyambut baik rencana BKD NTB. Namun, ia tetap meminta kepastian soal kelulusan dalam seleksi mendatang.
"Kami senang ada titik terang, tapi tolong pastikan kami bisa lulus. Jangan sampai usaha ini sia-sia," ujarnya. (F3)
Ket. Foto:
Puluhan guru honorer saat mengadu ke Komisi V DPRD NTB. (HarianNusa).