Raperda Perlindungan PMI NTB Rampung, Pengesahan Tunggu Revisi UU Pusat

4 hours ago 5

HarianNusa, Mataram –  Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTB secara materi sudah rampung. Namun, pengesahan raperda ini masih menunggu selesainya proses revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang saat ini sedang dibahas di tingkat pusat.

“Raperda secara substansi sudah final. Tapi kami menunggu proses finalisasi revisi UU 18/2017 yang sedang dibahas di DPR RI dan kementerian terkait. Kita ingin perda ini tidak bertentangan dengan undang-undang pusat,” ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Provinsi  NTB, H. Didi Sumardi, Rabu, (3/9).

Raperda ini ditargetkan dapat segera disahkan setelah revisi UU di tingkat pusat rampung, dengan harapan menjadi payung hukum kuat untuk melindungi seluruh pekerja migran asal NTB secara menyeluruh.

Ia menjelaskan bahwa Pansus II telah beberapa kali melakukan audiensi dengan DPR RI dan kementerian terkait, untuk menyampaikan pokok-pokok penting dalam raperda tersebut. Menurutnya, semangat yang dibangun dalam revisi undang-undang pusat sejalan dengan muatan perlindungan komprehensif yang diatur dalam Raperda NTB.

“Mulai dari calon PMI, saat bekerja, hingga kembali ke daerah asal, semua tahapan itu kami atur perlindungannya. Bahkan sampai ke hak-hak keluarga PMI seperti pendidikan anak dan perlindungan sosial,” terangnya.

Didi juga menekankan bahwa Raperda ini menyoroti perlindungan secara menyeluruh, baik dari sisi administratif, kompetensi, maupun teknis bagi calon pekerja migran. Setelah PMI kembali ke tanah air, hak-haknya tetap dipastikan, termasuk perlindungan dari eksploitasi dan kekerasan.

“Banyak anak-anak PMI yang menjadi korban stunting, putus sekolah, bahkan kekerasan seksual. Ini juga menjadi bagian dari perhatian kita dalam perda ini,” jelasnya.

Terkait maraknya pekerja migran ilegal atau non-prosedural dari NTB, Didi menegaskan pentingnya keterlibatan seluruh elemen pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pencegahan secara kolektif.

“Kita tidak bisa serahkan ini hanya ke pemerintah. Peran desa, kadus, lurah, camat, hingga TNI-Polri harus aktif. Kita cegah dari bawah,” ujarnya.

Ia juga mengapresiasi komitmen Pemerintah Provinsi NTB yang telah menjalankan program zero cost dalam proses penempatan PMI, serta menjamin semua syarat administrasi dilakukan tanpa pungutan.

“Kalau sekarang semua gratis, tidak ada alasan masyarakat harus berangkat secara ilegal. Kita juga sedang atur ini di perda agar lebih kuat secara hukum,” pungkasnya.

Didi menegaskan bahwa praktik human trafficking atau perdagangan orang adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang harus dilawan bersama. Ia mengajak masyarakat untuk tidak memanfaatkan kondisi ekonomi orang lain demi keuntungan pribadi melalui praktik penipuan atau perekrutan ilegal.

“Kita ingin masyarakat NTB dihargai secara terhormat. Jangan ada lagi eksploitasi sesama, apalagi dengan iming-iming dari calo-calo yang merusak masa depan mereka,” tutupnya. (F3)

Ket. Foto:

Ketua Pansus II DPRD NTB, H. Didi Sumardi. (HarianNusa)

Read Entire Article
Satu Berita| Harian Nusa | | |