Tiga Jam Lebih Menunggu, Paripurna APBD OKU 2026 Tak Juga Dimulai: Disiplin Dewan Dipertanyakan

13 hours ago 5

Oku, Satunews.id – Rapat Paripurna ke-LIII (53) DPRD Kabupaten OKU yang dijadwalkan sebagai forum krusial penetapan APBD Tahun Anggaran 2026, justru berubah menjadi panggung absurditas yang memalukan. Agenda penting negara yang seharusnya dimulai pukul 20.00 WIB, hingga 23.29 WIB belum juga dapat dibuka. Bukan karena persoalan teknis, bukan karena kendala administratif tetapi karena alasan yang paling sederhana dan paling menyakitkan: DPRD tidak korum. Lagi.

Hingga lebih dari tiga jam jadwal bergulir, baru 19 anggota dewan yang hadir. Padahal, sesuai tata tertib, sedikitnya 20 orang (2/3 jumlah anggota) wajib berada di ruang sidang untuk membuka paripurna. Satu kursi kosong, dan seluruh agenda strategis daerah terhenti. Sebuah ironi: satu absen anggota dewan sanggup menahan laju pembangunan satu kabupaten.

ADVERTISEMENT

banner 300x250

SCROLL TO RESUME CONTENT

Situasi tersebut bukan sekadar keterlambatan. Ini adalah potret gamblang lemahnya komitmen sebagian anggota DPRD terhadap mandat publik. Bagaimana mungkin penyusunan APBD dokumen yang menentukan arah pembangunan, nasib pelayanan publik, hingga masa depan berbagai sektor strategis diperlakukan seolah rapat organisasi kecil yang bisa ditunda sesuka hati?

Sementara masyarakat menunggu keputusan anggaran, para pimpinan lembaga berdiri di podium, dan para undangan telah duduk berjam-jam, sebagian wakil rakyat justru tidak menunjukkan itikad baik untuk datang tepat waktu.

APBD bukan dokumen seremonial.
Ini adalah instrumen uang rakyat yang menentukan kemampuan pemerintah memperbaiki jalan rusak, memastikan puskesmas memiliki obat, menjamin guru menerima haknya, serta memastikan layanan dasar publik berjalan tanpa hambatan. Ketika para wakil rakyat lamban hadir, itu bukan hanya soal disiplin; itu adalah bentuk pengabaian terhadap hak-hak publik yang mereka wakili.

Keterlambatan ekstrem ini menciptakan kesan kuat bahwa sebagian anggota DPRD OKU tidak memahami bobot tugas mereka, atau lebih buruk tidak menempatkan kepentingan daerah sebagai prioritas utama. Sementara rakyat datang ke tempat kerja tiap pagi tanpa tawar-menawar, sebagian wakilnya justru memandang ringan kewajiban paling dasar: hadir di ruang sidang.

Kondisi ini menjadi pertanyaan besar mengenai keseriusan dan profesionalisme lembaga legislatif daerah. Bagaimana publik dapat mempercayai kualitas pengawasan, penyusunan regulasi, dan penetapan anggaran jika rapat paling krusial pun tidak bisa dimulai karena masalah kehadiran?

Ketidakhadiran satu orang saja telah melumpuhkan jalannya pemerintahan daerah untuk satu malam penuh. Ketika agenda sebesar APBD bisa terkatung-katung seperti ini, masyarakat patut bertanya:

Apakah wakil rakyat benar-benar memahami arti “wakil rakyat”?

Apakah jabatan itu hanya simbol politik, atau tanggung jawab konstitusional yang harus dijaga dengan penuh integritas?

Pada akhirnya, rapat paripurna malam ini telah menjadi cermin besar bagi masyarakat OKU, cermin yang menampilkan realitas bahwa kedisiplinan sebagian anggota DPRD masih jauh dari ekspektasi publik. Paripurna ini belum dimulai, dan kepercayaan publik ikut terkikis bersamanya.

Rakyat membayar pajak tepat waktu.
Rakyat datang ke tempat kerja tanpa menunda. Sudah sepantasnya wakil rakyat menampilkan kualitas serupa bukan sebaliknya.

(Diego)

Read Entire Article
Satu Berita| Harian Nusa | | |