Oleh : Idat Mustari
Opini,|| Di Idul adha kaum muslimin dianjurkan untuk berkorban, mencontoh Nabi Ibrahim as, dengan menyedekahkan hewan bagi orang lain, khususnya kaum miskin. Bagi mereka yang penghasilannya besar, tabungannya banyak hingga ratusan juta, kemudian tidak berkorban, Rasulullah saw bersabda,” “Siapa yang memiliki keluasan (rezeki) tetapi enggan berkorban, maka jangan dekati tempat sholat kami.” (HR Ibnu Majah).
Dan ternyata berkorban ukurannya bukan banyak duit atau tidak, melainkan ada niat atau tidak, ada tekad atau tidak, ada kesungguhan atau tidak, ada kerelaan atau tidak. Kita diingatkan oleh kisah yang popular, yang dituturkan oleh seorang penjual hewan korban. Pembeli hewan korban adalah seorang yang tinggal di rumah gubuk, tak ada kursi ataupun meja. Dan betapa banyak pula, yang rumahnya bagus, hpnya lebih mahal dari harga kambing korban, mobil pribadinya ratusan juta rupiah, tapi tak bisa berkorban.
Dalam hal berkorban yang yang secara semantik kata-kata “kurban” atau qurban adalah tindakan seseorang yang menghasilkan kedekatan dengan ridhâ Tuhan dan merupakan bagian dari ajaran agar kita selalu berusaha mendekati Allah (Taqarrub).
Kita diingatkan dalam Kitab Suci bahwa yang bisa mendekatkan kita saat berkorban bukan hewan korban itu, melainkan nilai takwa yang ada dalam jiwa kita. Allah SWT berfirman : “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia Menundukannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia Berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Hajj : 37)
Maka dari itu Rasulullah saw memperingatkan kita dengan sabdanya,” Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”. HR. Muslim. Apa makna dari Allah ‘melihat’ pada hadis di atas? Imam al-Nawawi dalam Syarh Muslim–nya menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah Allah tidak memberikan balasan dan menghitung amal seseorang berdasarkan tampilan fisiknya namun berdasarkan apa yang ada di hatinya.
Tampilan fisik, memang kadang bersifat palsu, tidak sejati,atau kepura-puraan, dan kemunafikan. Sungguh sayang, jika ada orang yang berkorban, dikarenakan ingin dipuji atau takut dicela manusia. Tapi berkorbanlah karena Allah. Semoga Allah memberi kemampuan pada kita untuk senantiasa memperbagus niat-niat kita, agar tujuan ibadah memperoleh Ridha-Nya.
Wallahu’alam
_**Pemerhati Sosial dan Keagamaan_